Selasa, 03 Januari 2012

Masril koto; Pahlawan Petani dari Sumatra Barat

Masril Koto memiliki penampilan sederhana, namun siapa sangka dia adalah direktur Bank Petani dengan sekitar 10.000 manggota. Dia adalah pendiri lembaga keuangan Mikro Agrobisnis (LKMA) tetapi dia lebih senang menyebutnya sebagai Bank Petani.
Proses panjang perjuangan Masril mendirikan LKMA diawali pada tahun 2003. Sebagai petani, ia menanam padi dan ubi jalar. Waktu itu ia ingin beralih menjadi petambak lele. Sampai suatu hari, ia bertemu seniman-petani Rumzi Sutan yang mendendangkannya lagu tentang cita-cita kemandirian petani.
Sejak itulah Masril bertekad memajukan petani. Ia lalu mengikuti sekolah lapangan (SL) petani dari Dinas Pertanian Sumbar di Nagari Tabek Panjang, Baso, Agam. Di sekolah lapangan itu, ia tersadar bahwa persoalan utama petani adalah permodalan. Hal ini tak bisa dipecahkan industri perbankan. Maka, tercetus ide untuk membuat bank petani, demi memenuhi kebutuhan mereka.
Di benak para petani pun relatif alergi terhadap pendirian koperasi karena koprasi hanya mengguntungkan para ketuanya saja.

Idenya untuk membuat sebuah bank awalnya dipandang mustahil. Hampir semua bank di Padang Sumatra Barat ia datangi untuk memperoleh informasi. Tapi tidak ada yang percaya, bahkan ia sempat ditipu oleh sebuah bank. Namun ia tidak pernah menyerah, dengan itikad membantu petani yang selama ini kesulitan mendapat pinjaman dari bank, akhirnya bantuan datang. Melalui  diskusi Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas (AFTA), ia diberitahu mekanisme kerja bank dan diyakinkan bahwa ia bisa mendirikan LKMA. Lalu, usahanya tersebut dimulai dengan menjual saham Rp 100.000 per lembar kepada ratusan petani.
Awalnya banyak petani ragu. Mereka bingung. “Masak selembar kertas begini harganya Rp 100.000,” begitu pertanyaan umum dari petani. Namun, pelan-pelan mereka mengerti, dan semakin banyak petani kemudian ikut membeli saham. 

Saat ini ada 300 unit LKMA di Sumatra Barat, Salah satunya menggunakan jaminan dari Dato (orang yang dituakan) sebagai penjamin peminjam.  Pengelolanya adalah anak-anak petani anggota lembaga tersebut.
Jenis tabungannya juga bervariasi, seperti tabungan pendidikan, tabungan ibu hamil, tabungan untuk mencicil motor, tabungan untuk persiapan pernikahan. Jenis tabungan ini semua disusun berdasarkan identifikasi masalah anggota.

 Mengenai pembayaran kredit, dia mengakui memang tidak berjalan mulus. Anggota yang terlambat membayar akan diberitahukan kepada Dato-nya. Selanjutnya nanti Dato yang memperingatkan. Jika tidak berhasil, maka akan diumumkan di Mesjid. Sampai saat ini belum ada masalah dalam peminjaman.

Konsep yang dibangun Masril Koto tidak jauh berbeda dengan  lembaga keuangan mikro lainnya, hanya saja bentuknya adalah koperasi yang modern dan tidak terikat dengan UU Koperasi pemerintah. BentukDalam menjalankan usaha, pelaku utamanya adalah anak-anak petani yang dilatih oleh para sarjana dan aktivis kampus. 

Unit-unit LKMA juga mengajak masyarakat dan anggota untuk menjalankan pertanian organik. “Kalau mereka menjalankan pertanian organik maka mereka dapat berdaulat”, papar Masril. Menjalankan pertanian organik menurutnya adalah memproduksi sendiri pupuk dan pestisida organik. Dengan begitu, ada lebih banyak uang petani yang dapat ditabung di LKMA.
Terakhir, LKMA harus ditopang oleh organisasi petani atau kelompok petani. Dengan begitu, akan selalu tersedia kader-kader dari masyarakat petani yang akan meneruskan tradisi pertanian organik dan pertanian berkelanjutan.
Dengan tiga pilar tersebut: LKMA, Organisasi Petani dan Model Pertanian Organik sosok Masril telah mampu mengubah sebagian wajah petani Sumatera Barat. Bahkan, kerja tersebut menginspirasi organisasi petani lainnya di Indonesia untuk meniru langkah yang dirintis Masril. Tentu untuk kehidupan petani supaya lebih sejahtera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar